Langit
redup tampak kemerah-merahan, matahari pun beranjak masuk ke peraduan. Sore itu
Santo tidak seperti lazimnya anak yang lain. Bersih, wangi dan rapi sore itu,
tapi pemandangan itu tak nampak pada tubuh Santo. Kumal, badek, compang-camping
dan mbladus. Sampai-sampai goresan ingus nampak terekam di sepanjang tangannya
hingga memperkeruh warna bajunya yang putih menjadi kecoklatan. Wajar, dia
bocah usia SD kelas 1 di Madrasah Ibtidaiyahnya yang ditinggal orang tuanya. Meski
begitu dia bukanlah yatim piatu, ia hanya sesosok replika bocah malang, sebagai
korban atas ketidakadilan orang tua kepada anaknya.
Sore
itu Hartinah (Ibu Santo) nampak pergi bersama suaminya ke tempat mereka berdua
bekerja. Mereka berdua merupakan sekawanan buruh njamangi tembakau di kampung
sebelahnya. Seperti yang kita tahu, pekerjaan njamangi tembakau salah satu
profesi yang sangat naif bagi anak-anak seusia Santo. Betapa tidak, si
penjamang tembakau itu memforsir waktunya, berangkat pagi hingga larut malam
bahkan hingga pagi datang kembali, nyaris tak memperhitungkan waktu. Sehingga
anak-anak usia SD, tentu akan luput dari pandangan orang tuanya setia hari.
Harusnya
sore ba’da asyar itu anak seusia
Santo rapi berderet menghadap dampar di tempat ia mengaji.
Santo
:”Bu.... pulang Bu... Santo lapaaaar...” ujar Santo tersengut-sengut di depan
pintu rumahnya yang sepi.
Bidara :”Ada apa San?” tanya tetangga Santo yang
hampir setiap hari dengan sukarela mengurus Santo.
Santo
:”Santo belum mandi Bu Lek Da!” Sahut Santo.
Bidara :”Sudah sini ke rumah bu lek saja, nanti ngaji
sama Ifan! Gak usah nangis, sini..!”
Meski
dengan berat hati akhirnya Santo mengiyakan arahan Bu Bidara.
Di
rumah Bu Bidara Santo tampak riang dan betah. Di sana dia lebih kopen serasa
mendapat perhatian meskipun Bu Bidara bukanlah siapa-siapanya Santo. Tapi ia
tampak masygul, betapa tidak kebahagiaan yang ia harapkan kandas ditelan oleh
recehan yang diuber oleh ke-dua orang tuanya, hingga lalai dengan tanggung
jawab kepada momongannya sendiri. Dalam sedihnya Santo berkeluh :”Ibu aku tak
butuh uangmu namun aku butuh kasih sayang dan perhatianmu” kisik lirih dari
bibir bocah kecil tanpa dosa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar