Selasa, 14 Maret 2017

KAROMAH KIAI BISRI MUSTOFA, MEREVISI KARYA TAFSIRNYA SETELAH WAFAT


KH. Bisri Mustofa dikenal sebagai seorang kiai pengarang yang menulis beberapa buah kitab, khususnya dalam Bahasa Jawa, di antaranya (yang cukup terkenal) adalah Tafsîr al-Ibriz. Selain dikenal sebagai seorang kiai penulis, pengasuh Pondok Pesantren Leteh Rembang ini juga dikenal sebagai seorang orator dan politikus.
Sepeninggal KH. Bisri, KH. Mustofa Bisri atau Gus Mus (puteranya) mengaku mengalami suatu kejadian menarik yang sulit diterima akal pada umumnya. Diceritakan, Gus Mus kedatangan seorang tamu dari Cirebon (nama tidak dicatat) yang menyampaikan pesan KH. Bisri kepada dirinya.
“Anda Gus Mus?” tanya tamu dari Cirebon itu.
“Ya, saya Mustofa,” jawab Gus Mus.
Orang itu kemudian menyampaikan pesan yang baru saja diterimanya dari KH. Bisri Mustofa menyangkut karya besar dia, Tafsîr al-Ibrîz.
“Kiai Bisri berpesan agar Anda mengoreksi surat al-Fath karena di situ ada sedikit kesalahan.”
“Kapan Anda ketemu dia?”
“Kemarin, di Cirebon.”
Ketika Gus Mus memberi tahu bahwa KH. Bisri telah meninggal hampir empat puluh hari yang lalu, orang itu amat terkejut dan lunglai.
Sesudah itu, Gus Mus segera datang ke Kudus, menemui KH. Abu Amar dan KH. Arwani. yang dipercaya Penerbit Menara Kudus sebagai pen-tashhîh (korektor).
Informasi yang disampaikan orang dari Cirebon itu benar: ternyata, dalam surat al-Fath terdapat satu kesalahan (kecil) yang lolos dalam beberapa kali (koreksi). Dalam ayat ke-18 yang seharusnya berbunyi "laqad radhiyallâhu ‘anil mu’minîna …", tertulis "laqad radhiyallâhu ‘alal mu’minîna …".
Pengalaman yang sama juga dialami Gus Mus. Bedanya, yang kedua ini—yang juga dari Cirebon—datang untuk menyampaikan pesan KH. Bisri agar dirinya melanjutkan karya dia yang belum sempat diselesaikan.
“Anda ketemu sendiri?” tanya Gus Mus.
“Ya, saya ketemu sendiri di Cirebon,” tutur orang itu kepada Gus Mus. Keterkejutan yang sama juga dialami orang itu manakala diberi penjelasan bahwa KH. Bisri Mustofa sudah wafat.
Pengalaman aneh di atas seakan mempertegas kebenaran firman Allah: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan, mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran [3]: 169) “Di jalan Allah” bukan berarti harus berperang. Sebaliknya, menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam juga masuk dalam kategori itu.

sumber : https://www.facebook.com/ (fb.Bagus Irawan)

AULA BUNDEL SATU TAHUN

AULA BUNDEL-merupakan kumpulan Majalah AULA kumpulan selama satu tahun. Sangat simpel, praktis dan ekslusive. Sangat penting bagi warga Nahdliyyin yang ingin merekam perjalanan NU selama satu tahun ke belakang. Untuk pemesanan bisa datang ke Alamat kami di TOKO BUKU BAROKAH ILMU TEMANGGUNG.






DIDIN DAN AINI PIMPIN RANTING IPNU IPPNU JRAGAN

PROSESI PEMILIHAN KETUA Temanggung (25/12) bertempat di TPQ Kiai Juragan Desa Jragan Kecamatan Tembarak tak kurang dari 50 kader m...