Sunan Madusari merupakan sebuah julukan.
Seperti nama sunan yang lain. Sunan Kalijogo, Sunan Bonan, Sunan Ampel, Sunan
Geseng juga nama sunan lainnya. Sedianya semua sunan tersebut memiliki nama asli.
Termasuk sunan Madusari ini. Beliau bernama Sayyid Muhammad bin Utsman
Basyaiban. Beliau berasal dari Magelang Jawa Tengah. Termasuk satu dari
kesekian wali mastur yang memang
jarang diketahui kewaliannya. Beliau salah satu dhuriyyah Rasul yang memiliki banyak
keistimewaan. Satu dinatara keistimewaan beliau yakni tangan yang selalu
bersambung erat kepada tangan Baginda Rasulillah Muhammad SAW.
Meskipun beliau keturunan Nabi,
namun beliau juga memiliki kebiasaan seperti manusia pada umumnya. Makan,
tidur, mencari nafkah, berkeluarga, menghidupi keluarga dan kebiasaan lainnya.
Sehingga tak heran bila suatu saat beliau juga dirundung beberapa masalah yang
cukup pelik untuk dipecahkan. Masalah keluarga dan ekonomi merupakan beberapa
masalah yang cukup menghimpit kehidupannya. Lazimnya manusia beriman beliau
memutuskan untuk bermunajah. Tentu saja dengan hajat mencari petunjuk kepada
Alloh untuk mencari jalan keluar guna terbebas dari masalah yang sedang merundung.
Munajat dengan kontinu beliau lakukan. Hingga suatu saat beliau mendapat sebuah
wisik (ilham). Dalam wisiknya disebutkan bahwa beliau
mendapat perintah untuk melakukan perjalanan ke arah utara untuk mencari tempat
riyadhoh dan bermunajat. Itu sebagai wasilah mencari jalan keluar dari masalah
dan untuk memohon tercapainya hajat hidup yang selama ini beliau idamkan. Dalam
wisiknya tergambar jelas :”Bila dalam
perjalanan menemukan tanah yang manis dan wangi, berhentilah dan itulah tempat bermunajat
yang aku sebutkan”, demikian wisik yang terekam dalam relung Sunan Madusari.
Perjalanan pun beliau lakukan
sesuai wisik yang beliau terima.
Langkah demi langkah beliau lakukan, naik dan turun gunung tanpa berputus asa,
keluar masuk hutan belantara tetap beliau lakoni.
Menyusuri sungai dan apapun dalam seluruh perjalanannya. Akhirnya lelah
menghampiri sang Habib. Beristirahatlah beliau di sebuah sungai. Sungai itu
dipenuhi air yang jernih dan sebuah mata air cukup besar. Di tengah
peristirahatannya, tak terasa aroma wangi nan harum tercium oleh hidung mancung
beliau. Beliau cium wewangian tersebut dan ternyata berasal dari tanah tempat
beliau beristirahat. Setelah itu beliau mecoba mengecap tanah tersebut dan
kebetulan ternyata rasanya manis. Beliau beranjak dari peristirahatan. Beliau
mengelilingi daerah sekitar sungai tersebut dan akhirnya bertemulah dengan sebuah
goa. Beliau masuk dan di dalamnya terdapat ribuan sarang tawon madu memenuhi
isi goa. Karena saking banyaknya, hingga
madu dari sarang tawon menetes memenuhi tanah yang ada di dalam goa itu. Dan
meresap hingga ke bagian dalam tanah, sehingga tanah di sekitar goa menjadi
manis. “Inilah tempat yang saya cari
selama ini”, bisik sang habib dalam hatinya.
Setelah pencarian tersebut
selesai, munajat dan riyadhoh beliau lakukan di dalam goa tersebut. Hingga
sekian lama beliau bermunajat, akhirnya beliau bertemu Rasululloh SAW dalam sebuah
mimpinya. Betapa bahagia beliau bertemu sang Datuknya. Rasa bahagianya tak
mampu tertandingi oleh apapun. Bahkan dunia seisinya tak mampu menandingi keindahan
dan kebahagiaan bertemu dengan sang Nabi pujaan. Buah dari kebahagiaan yang
memuncak, sang sunan pun lupa akan semua masalah dan hajat yang selama ini
terkandung dalam hasratnya, seakan pertemuan dengan Baginda sudah menjadi
sebuah jawaban dari segala permasalahan yang menimpanya selama ini.
“Apa permintaan dan hajatmu?”
tanya Kanjeng Nabi.
“Saya tak ada hajat apapun Ya
Rasul, kecuali diperkenankannya tanganku selalu memegang tanganmu ya Rasul!”,
pinta sang sunan kepada Nabi.
Akhirnya Nabi mengabulkan hajat
sang sunan, sehingga tangan keduanya saling bertautan. Rasa bergemuruh bahagia yang
dipenuhi getaran nubuwah dari kajeng Nabi terus mengalir ke dalam juz-juz
rohaniyah dan jasmaniyah sang sunan. Kebahagiaan, ketentraman dan rasa
berkecukupan bertambah seiring masuknya nur nubuwah ke dalam jasad dan
rohaninya. Tak terasa air mata sang sunan mengalir bagaikan anak sungai yang
mengalir dari sumber mata air telaga rajab yang dilimputi semerbak wewangian memenuhi
seluruh alam. Tangisan dari relung hati
menyesakkan dada mendorong energi yang ada di seluruh tubuh berkumpul dan
bercampur dengan nur nubuwah Rosulillah Saw. Lupa akan semua hajat yang diharap
selama bermunajat dan istighotsah selama riyadhohnya. Sang Sunan pun larut
tenggelam dalam kebahagiaan yang mendalam lantaran perjumpaannya dengan Baginda,
hingga ia tak lagi peduli akan semua hajat yang ia simpan selama ini. Ia tak
lagi hiraukan segala kebutuhan duniawi, semuanya sirna lantaran dekapan tangan
Baginda, hingga enggan untuk dilepaskan.
“Mintalah kepada Alloh, segala
hajatmu akan ku sampaikan, segala kesusahan dan kesulitanmu akan ku mintakan
hilang dari kehidupanmu”, pinta Rasul kepada sang sunan.
“Tidak ya Rasul, aku sudah tak
butuh dan perlu apapun selagi hati dan tangan ini masih dalam genggaman
tanganmu. Ini semua sudah cukup melebihi apapun yang saya butuhkan. Tak ada
rasa berkecukupan selagi engkau masih mengenggamku dalam keadaan seperti ini”,
jawab sang sunan menikmati suasana.
“Lantas apa yang kau inginkan
sekarang?”, tanya Rasul.
“Hamba hanya ingin jangan kau
lepaskan tangan ini sampai kapanpun, meskipun hamba harus meninggalkan jasad
ini demi kelanggengan bersua bersama engkau”, jawab sang sunan.
“Benarkah hanya ini yang engkau
mau? Bukankah kau ingin kembali pada keluargamu?”, tanya Rasul kembali.
“Tidak ya Rasul. Bawalah rohku
bersamamu dan jangan pernah lepaskan genggaman tangan ini, itu semua sudah
cukup menjadi hajatku”, sergah Sang Sunan kepada Baginda.
“Baiklah kalau ini sudah menjadi
hajatmu”, pungkas Rasul menerima permintaan sang sunan.
Akhir cerita Rasululloh membawa
sang sunan dan meninggalkan jasadnya di tengah hutan tempat dia bermunajat.
Waktu berotasi hingga 40 hari, keluarga sang sunan sangat mengharap kepulangannya.
Hari itu merupakan hari kepulangan yang telah dijanjikan sang sunan kepada
keluarganya. Tengah malam keluarga didatangi sebuah suara gaib yang mengabarkan
kematian sang sunan. Tempat dan segala wasiat terdengar jelas oleh suara gaib
tersebut. Tanpa menunggu waktu akhirnya keluarga bergegas mencari jasad sang
sunan. Alangkah terkagumnya seluruh keluarga sang sunan, karena melihat
pemandangan yang sangat musykil.
Segala ubo rampe upacara pemakaman
telah siap meskipun di tengah hutan. Bahkan jasad sang sunan pun sudah di
mandikan dan dikafani. Siapa gerangan yang telah merawat jenazah sang sunan?,
rasa penasaran senantiasa melimputi keluarga. Ternyata jasad sang sunan dirawat
oleh para malaikat penjaga bumi. Makam sang sunan tersebut kini terletak di
sebuah desa Botoputih Tembarak. Nama yang cukup masyhur masyarakat menyebutnya
dengan makam gasari atau nggasari. Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad.(@Aula.Far)
[Narasumber : Nur
Budiman Ketua Umum PAC GP.Ansor Tembarak & K.Fuad]