Pernahkan Anda mendengar cerita
tentang Imam al-Ghozali? Atau setidaknya mendengar kebesaran nama beliau?
Beliaulah salah satu pendiri kampus tertua di dunia, Madrasah Nidhomiyyah Mesir. Beliaulah
tokoh panutan kita dalam bermadzhab dalam bidang tasawuf. Bisa kita lihat
flashback ke belakang, ternyata proses kebesaran nama beliau tak semudah dan
tak seindah yang kita bayangkan. Ketika masa awal menjadi santri, beliau pernah
mengalami keputusasa’an dalam pengembaraannya. Beliau sempat ‘mutung’ ketika
itu. Hanya lantaran tetesan air yang menembus sebuah batu. Nalar berpikirnya
muncul lantaran kejadian alam tersebut. Beliau berbalik seketika melihat
kejadian tersebut. Dan hasilnya bisa kita lihat di zaman ini, nama beliau tak
pernah absen dari khasanah ketokohan ilmu.
Bagaimana dengan kita? Setiap
manusia memiliki riwayat hidup yang beragam. Baik dari proses dia mencari jati
diri ataupun proses-proses yang lain. Tentu saja kesemuannya demi menuju sebuah
insan yang kamil. Perkara sebelum kesempurnaan diri itu belum tergayuh, kok
Sang Khaliq memanggil kita, itu sudah urusan lain, namun intinya kita sudah
berproses untuk mencapai itu.
Saya ambil sebuah contoh bagi
aktifis organisasi. Bila kita tilik jauh ke palung terdalam. Banyak hikmah yang
terkandung di dalamnya, baik yang tersurat ataupun hanya tersirat. Dengan
berorganisasi banyak hal yang bisa kita petik, dan itu semua tak jauh menuju
berkehidupan seperti apa yang sudah diserukan oleh agama samawi.
1) Bersedekah
Tak hanya urun tenaga dan pikiran.
Namun juga materi. Itulah sebuah kebiasaan bagi aktifis organisasi. Perkara
besarannya tak seberapa, tentu saja sesuai kodar kemampuan ekonomi pribadi
masing-masing person. Yang hanya satu lubang yang perlu diisi, namun beberapa
lobang sudah senantiasa mengantri untuk ia ‘sambangi’ demi sukses dan
berhasilnya misi dalam organisasi. Masalah kontinyu, yang semestinya itu ia
jalani selama ia masih berkiprah dalam organisasi. Lambat laun hal ini akan
menjadi kebiasaan, dari kebiasaan menjadi watak dan disinilah puncaknya ia menjadi
seorang yang dermawan.
2) Bermanfaat bagi orang lain
Sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Adagium inilah yang tak
pernah lekang terbesit di telinga para aktifis organisasi. Dari kebiasannya
menjadi pelayan orang lain, lagi-lagi itu menjadi watak dan kebiasan dalam
hidupnya.
3) Mampu memanusiakan manusia
Ini
sangat penting. Betapa hal sepele akan menjadi besar ketika hal tersebut kita
tinggalkan. Tahu posisi dan tahu diri, itulah salah satu karakter yang akan
membentuk diri kita dengan lantaran aktif di organisasi. Kita sangat paham arti
sebuah prosedur. Dan kita pun sangat paham arti sebuah proses. Tak ada kata
yang namanya ‘mak bendhun-dhuk’. Semua ada alurnya, semua ada prosedurnya.
Dalam berorganisasi tak ayal pasti diajarkan untuk melakoni sebuah prosedur
yang ada. Sehingga dengan itu kita paham dan kita bisa memanusiakan manusia
yang berperan di dalamnya. Meminjam bahasa jawa ‘ora unyak-unyuk’.
Terlalu
sedikit bila hikman berorganisasi yang berjumlah tiga tersebut di atas, lain
waktu kita sambung kembali.
Pesan
sementara : “Berorganisasilah demi menuju diri yang sempurna, meskipun tak ada
manusia yang sempurna”. Bila terpaksa ada sebuah tanya pilih organisasi mana? Maka
saya harus jujur ikutlah NU dalam berorganisasi, karena didalamnya banyak
terkandung berkah, NU itu tak hanya ngurusi urusan dunia namun lebih dari itu
NU itu juga ngurusi urusan akhirat, Wallohua’lam
----------
BERSAMBUNG,
insyaAlloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar