Minggu, 26 Maret 2017

SETETES AIR DAN TOKOH BESAR


Pernahkan Anda mendengar cerita tentang Imam al-Ghozali? Atau setidaknya mendengar kebesaran nama beliau? Beliaulah salah satu pendiri kampus tertua di dunia, Madrasah Nidhomiyyah Mesir. Beliaulah tokoh panutan kita dalam bermadzhab dalam bidang tasawuf. Bisa kita lihat flashback ke belakang, ternyata proses kebesaran nama beliau tak semudah dan tak seindah yang kita bayangkan. Ketika masa awal menjadi santri, beliau pernah mengalami keputusasa’an dalam pengembaraannya. Beliau sempat ‘mutung’ ketika itu. Hanya lantaran tetesan air yang menembus sebuah batu. Nalar berpikirnya muncul lantaran kejadian alam tersebut. Beliau berbalik seketika melihat kejadian tersebut. Dan hasilnya bisa kita lihat di zaman ini, nama beliau tak pernah absen dari khasanah ketokohan ilmu.
Bagaimana dengan kita? Setiap manusia memiliki riwayat hidup yang beragam. Baik dari proses dia mencari jati diri ataupun proses-proses yang lain. Tentu saja kesemuannya demi menuju sebuah insan yang kamil. Perkara sebelum kesempurnaan diri itu belum tergayuh, kok Sang Khaliq memanggil kita, itu sudah urusan lain, namun intinya kita sudah berproses untuk mencapai itu.

Saya ambil sebuah contoh bagi aktifis organisasi. Bila kita tilik jauh ke palung terdalam. Banyak hikmah yang terkandung di dalamnya, baik yang tersurat ataupun hanya tersirat. Dengan berorganisasi banyak hal yang bisa kita petik, dan itu semua tak jauh menuju berkehidupan seperti apa yang sudah diserukan oleh agama samawi.

1) Bersedekah

Tak hanya urun tenaga dan pikiran. Namun juga materi. Itulah sebuah kebiasaan bagi aktifis organisasi. Perkara besarannya tak seberapa, tentu saja sesuai kodar kemampuan ekonomi pribadi masing-masing person. Yang hanya satu lubang yang perlu diisi, namun beberapa lobang sudah senantiasa mengantri untuk ia ‘sambangi’ demi sukses dan berhasilnya misi dalam organisasi. Masalah kontinyu, yang semestinya itu ia jalani selama ia masih berkiprah dalam organisasi. Lambat laun hal ini akan menjadi kebiasaan, dari kebiasaan menjadi watak dan disinilah puncaknya ia menjadi seorang yang dermawan.

2)   Bermanfaat bagi orang lain

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Adagium inilah yang tak pernah lekang terbesit di telinga para aktifis organisasi. Dari kebiasannya menjadi pelayan orang lain, lagi-lagi itu menjadi watak dan kebiasan dalam hidupnya.

3)   Mampu memanusiakan manusia

Ini sangat penting. Betapa hal sepele akan menjadi besar ketika hal tersebut kita tinggalkan. Tahu posisi dan tahu diri, itulah salah satu karakter yang akan membentuk diri kita dengan lantaran aktif di organisasi. Kita sangat paham arti sebuah prosedur. Dan kita pun sangat paham arti sebuah proses. Tak ada kata yang namanya ‘mak bendhun-dhuk’. Semua ada alurnya, semua ada prosedurnya. Dalam berorganisasi tak ayal pasti diajarkan untuk melakoni sebuah prosedur yang ada. Sehingga dengan itu kita paham dan kita bisa memanusiakan manusia yang berperan di dalamnya. Meminjam bahasa jawa ‘ora unyak-unyuk’.
Terlalu sedikit bila hikman berorganisasi yang berjumlah tiga tersebut di atas, lain waktu kita sambung kembali.
Pesan sementara : “Berorganisasilah demi menuju diri yang sempurna, meskipun tak ada manusia yang sempurna”. Bila terpaksa ada sebuah tanya pilih organisasi mana? Maka saya harus jujur ikutlah NU dalam berorganisasi, karena didalamnya banyak terkandung berkah, NU itu tak hanya ngurusi urusan dunia namun lebih dari itu NU itu juga ngurusi urusan akhirat, Wallohua’lam
----------

BERSAMBUNG, insyaAlloh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIDIN DAN AINI PIMPIN RANTING IPNU IPPNU JRAGAN

PROSESI PEMILIHAN KETUA Temanggung (25/12) bertempat di TPQ Kiai Juragan Desa Jragan Kecamatan Tembarak tak kurang dari 50 kader m...